Langsung ke konten utama

Mentri Agama: Al-Quran dan Sunah Larang Umat Terpecah


Santrionline - Jakarta, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Al-Quran dan As-Sunnah mengajak dan menyeru umat Islam untuk bersatu dan tidak terpecah belah. Islam memberi tuntunan agar hubungan antar sesama umat dan bangsa Muslim dilandasi dan mengedepankan sikap peduli, toleransi, saling menghargai, dan tolong menolong.
Menag menyampaikan keprihatinannya atas situasi Timur Tengah yang sampai saat ini masih diwarnai konflik, khususnya di kawasan Palestina dan Suriah. Menag berharap semua pihak dapat menahan diri agar perdamaian di kawasan itu dapat segera dipulihkan dan malapetaka segera berakhir.
“Setiap elemen umat Islam di manapun harus senantisa berupaya menghindari sumber-sumber timbulnya pertentangan, perselishan, dan perpecahan,” demikian penegasan Menag Lukman saat memberikan sambutan sekaligus menutup Musabaqah Hafalan Al-Quran dan hHadist (MHQH) tingkat Nasional VIII di Auditorium HM Rasjidi Kantor Kemenag Jakarta, Kamis (31/03).
Hadir dalam kesempatan ini, Dubes Kerajaan Arab Saudi Mustafa Ibrahim Al-Mubarak, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier, pejabat Eselon I, dan peserta MHQH. Lomba hafalan Al-Quran dan Hadits ini berlangsung sejak Selasa (28/03) lalu dan terselenggara berkat kerjasama antara Dubes Kerajaan Arab Saudi dengan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama.
“Kitab suci Al-Quran dan As-Sunnah harus benar-benar difungsikan sebagai pegangan dan sumber motivasi untuk meningkatkan kualitas diri dan masyarakat,” tambah Menag.
Di hadapan para peserta MHQH VIII, Menag mengingatkan bahwa seorang muslim yang baik adalah yang memberi manfaat bagi sesama manusia. Seorang muslim yang baik adalah yang membuat orang lain merasa aman dan selamat dari gangguan ucapan dan perbuatannya. Untuk itu, Menag berharap event MHQH tidak hanya berhenti pada seremonial perlombaan belaka. Lebih dari itu, MHQH bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran umat terhadap ajaran Al Quran dan As Sunnah.
MHQH Tingkat Nasional VIII berhasil memilih para juara yang nantinya akan menjadi wakil Indonesia pada event MHQH tingkat Asia Pasifik VII pada bulan April mendatang. Berikut ini para juara MHQH tingkat Nasional VIII :
Pertama, golongan Musabaqah Hafalan Al-Quran (MHQ): 1. Kategori MHQ 10 Juz: Lalu Muhammad Khoirur Razak dari LPTQ NTB (terbaik I); Mudroni dari LPTQ Banten (terbaik II); dan Muhammad Rifat al Banna dari LPTQ Jawa Barat (terbaik III).
2. Kategori MHQ 15 Juz: Muhammad Fakhrurrazi dari LPTQ Sultra (terbaik I); Muhammad Ghazi Basarif dari JIC DKI Jakarta (terbaik II), dan Aston Hamidi Siregar dari LPTQ Sumbar (terbaik III).
3. Kategori MHQ 20 Juz: Muhammad Sulthan dari LPTQ Sumbar (terbaik I), Muhammad Ayub dari LPTQ Sulsel (terbaik II), dan Utayan dari PP Mambaul Ulum Serang Banten (terbaik III).
4. Kategori MHQH 30 Juz: Muhammad Sholahuddin Al Ayubi dari LPTQ Jawa Timur (terbaik I), Muhammad Adrian dari LPTQ DKI Jakarta (terbaik II), dan Muhammad Rifqi dari LPTK Jambi (terbaik III).
Kedua, Musabaqah Hafalan Hadis Nabawi (MHHN): Ikhwan dari Mahad Al Madinah Al Islami Boyolali Jateng (terbaik I), Muhammad Jafar dari LIPIA Jakarta (terbaik II), dan Qois dari PP Islam Al Irsyad Semarang, Jateng (terbaik III).

(Kementrian Agama RI/arifan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p