Langsung ke konten utama

Mbah Siddiq Jember Sukses Persiapkan Kader (Ayahanda KH. Ahmad Siddiq, Rais Amm PBNU)


Santrionline- Suemdang, 

Beberapa tahun setelah berdirinya NU, Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari mengutus KH. Abd. Wahhab Hasbullah dan KH. Masjkur untuk sowan kepada Mbah Siddiq. Keduanya sampai di Jember sudah sore hari. Dalam pertemuan itu Kyai Wahhab menceritakan tentang proses berdirinya jam’iyyah NU, mulai dari Komite Hijaz hingga adanya restu dari Syaikhona Cholil Bangkalan. Sampai akhirnya Kyai Wahhab menyampaikan pesan khusus ,”Kyai Hasyim mengharap dukungan panjenengan, untuk perjuangan Ahlussunnah Waljama’ah.”
Mbah siddiq tidak segera memberikan jawaban permintaan itu. ” Insya Allah jawabannya besok pagi, sekarang panjenengan istirahat dulu”, kata Mbah Siddiq sambil mempersilahkan keduanya beristirahat. Malamnya mbah siddiq beristikharah untuk mencari jawaban permintaan tersebut. Keesokan harinya jawaban itu sudah diterima. Biarlah saya di surau saja. Anak saya ini (sambil menunjuk pada Mahfudz Siddiq) yang akan mewakili saya di NU,” tutur Mbah Siddiq.
Ternyata benar. Pada masa selanjutnya mbah siddiq banyak member peluang besar kepada anak-anak dan cucu-cucunya bagi kemajuan NU. Mereka adalah KH. Mahfudz Siddiq (Ketum PBNU), KH. Abdullah Sidddiq (Ketua PWNU Jatim), KH. Achmad Siddiq (Rais Amm PBNU), KH. Ali Mansur (cucu, Pencipta Shalawat Badar), KH. Abdul Hamid (cucu, dikenal sebagai waliyyullah dari Pasuruan), H. A. Hamid Widjaja (cucu, ketua PP. GP Asnor pertama dan Katib Amm PBNU), Hizbullah Huda (cucu, Ketua PW GP Ansor Jatim masa Gestapu dan salah seorang Pendiri PMII, dll.
Lahumul fatihah.
Sumber: Buku Antologi NU

(arifan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pon Pes Attauhidiyyah Tegal

Pondok Pesantren Attauhidiyyah yang terletak di Desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Lokasinya yang berada di ketinggian, tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, tak jauh dari kawasan wisata Guci, bertemperatur udara yang cukup dingin. Untuk menuju lokasi pesantren tersebut, kita harus melalui jalan yang menanjak, berkelok, melintasi ladang tebu, persawahan, dan pepohonan yang rindang. Bulan juni kemaren Ponpes Attauhidiyyah dipilih sebagai tempat kegiatan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se – Indonesia ke V, sejak 7-10 Juni 2015. Melihat fisik bangunan Ponpes yang dipimpin oleh KH. Ahmad Saidi, terlihat pembangunannya yang sedang dalam proses penyelesaian, terutama asrama santri dan masjid. Pondok Pesantren At Tauhidiyah didirikan terbilang ponpes tertua di Tegal. Pon Pes Attauhidiyyah Didirikan oleh KH. Armia pada tahun 1880, di desa Cikura, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Desa Cikura yang konon awalnya bernama desa Pemulia...

KH. KI AGENG HASAN BESARI TEGAL SARI PONOROGO - GURU PUJANGGA KI RONGGO WARSITO

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain. Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yan...

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa Ramadhan yang tak Terlupakan

Terbunuhnya Sayyidina Ali Oleh Ibnu Muljam, Peristiwa 7 Ramadhan yang tak Terlupakan   Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.” Teriakan itu menggema ketika Abdurrahman bin Muljam Al Murodi menebas leher sahabat Ali bin Abi Thalib, karomallahu wajhah. Subuh 7 Ramadhan itu duka menyelimuti hati kaum muslimin. Nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang saudara sesama muslim. Ali terbunuh atas nama hukum Allah dan demi surga yang entah kelak akan menjadi milik siapa. Tidak berhenti sampai di sana, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ ...