Langsung ke konten utama

Kisah KH. Dimyati Rois dan Gerombolan Jin


Santrionline- Sumedang, 
Dulu, sewaktu Abah Dim (KH. Dimyati Rois) mondok di Ponpes APIK Kaliwungu, Abah Dim sering melakukan riyadhah (tirakat), baik berpuasa, berzikir maupun berziarah ke Pemakaman Jabal Nur. Biasanya, beliau pergi ke Makam Kyai Guru (Jabal Nur) pada sekitar pukul 12 malam lalu pulang ke pondok sekitar pukul 3 pagi. Namun, suatu hari, dalam perjalanan pulang ke pondok tepatnya di depan Makam Sunan Katong, beliau dihadang oleh gerombolan Jin. Gerombolan Jin itu menantang beliau untuk bertarung, beliau pun meladeni tantangan gerombolan Jin itu, karena jika tidak diladeni tentu beliau tidak bisa pulang ke pondok.
Setelah berhasil mengalahkan gerombolan Jin itu, tiba-tiba beliau jatuh pingsan tak sadarkan diri. Seperti diketahui, bahwa jalan setapak yang berada di depan Makam Sunan Katong adalah jalan yang biasa dilewati oleh para pedagang dari kawasan desa Protomulyo. Mereka berdagang di Pasar Kaliwungu yang dulu bertempat di sekitar alun-alun Kaliwungu (sekarang tempat parkir Masjid Al-Muttaqin). Para pedagang merasa kaget ada sosok santri yang tergeletak (tiduran) di tengah jalan, namun saat dibangunkan tidak bangun-bangun. Ada salah satu pedagang yang berinisiatif mengangkat tubuh beliau. Sayang, pedagang itu tidak mampu mengangkatnya, bahkan diangkat oleh beberapa orang pun tidak ada yang mampu.
Akhirnya, mereka bersepakat untuk memanggil Pengasuh Ponpes APIK untuk mengadukan peristiwa itu. Setelah mendapat pengaduan dari para pedagang, Pengasuh Ponpes APIK pun berangkat menuju Jabal Nur. Dan sesampai di depan Makam Sunan Katong, Para Kyai pun berdoa kepada Allah swt. Setelah beberapa saat, beliau pun sadar dan langsung menyalami dan meminta maaf kepada Para Kyai karena telah merepotkannya. Setelah kejadian langka itu, ada salah seorang Pengasuh Ponpes APIK yang meramalkan bahwa suatu saat nanti beliau akan menjadi orang besar. Dan sekarang, ramalan itu pun terbukti kebenarannya.

(saifurashaqi/arifan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah sejak 1852 M

Jawa Timur.Santrionline - Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah merupakan Pesantren yang didirikan Mbah Busyro Al Khafi yang waktu mudanya belajar selama 17 tahun di Mekah. Pendiri Pesantren ini merupakan ayahnya Mbah Soleh yang mempunyai istri yang bernasab dengan Mbah Maimoen di Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Pesantren ini sudah mempunyai sekolah Formal, tapi tetap menjaga tradisi baca kitab turost dengan membangun Pesantren Kidul di sebelah selatan pesantren. Kiai Abdul Azis yang ditemui suarapesantren.net pada 29 Maret 2016 mengungkapkan bahwa dirinya meneruskan memimpin Pondok Kidul yang merupakan cabang dari Pesantren Mukhtariyyah As Syafiiyah di Beji Jenu Tuban Jawa Timur. Pesantren yang terletak di jalur Pantura Tuban ini disebelah Barat yang juga disebut sebagai Pondok Kidul atau sebelah Selatan, sedang pusatnya di sebelah Utara. Dalam bangunan klasik yang terbuat dari kayu berpilar empat itu, tertulis tahun 1852 Masehi di mana tempat itu merupakan tempat penga

Perkawinan Dimata Gus Mus

Perkawinan itu pertemuan dua hal yang berbeda sekali. Ia tidak seperti perbedaan dua hal antar suku, atau antar Negara. Kedua yang terakhir ini lebih banyak jalan menjembataninya untuk bisa damai. Tetapi perbedaan dalam perkawinan adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Relasi suami isteri dalam rumah tangga tidak selalu indah, tidak selamanya membahagiakan, tidak selama damai. Selalu saja ada masa sulit, pertengkaran, percekcokan dan seterusnya. Menyelesaikannya tidak mudah, perlu hati-hati sekali. Paling-paling hanya tiga bulan saja masa-masa indah itu. Selebihnya bergelombang-gelombang. Orang bilang bahwa perempuan itu lemah, dan laki-laki itu kuat. Ini tak sepenuhnya benar, Kita coba saja laki-laki untuk membawa beras enam kilogram secara terus menerus, berjam-jam, berhari-hari dan berbulan-bulan. Satu atau dua jam mungkin bisa, tetapi terus menerus tanpa henti?. Apakah sanggup?. Saya kira tak ada. Laki-laki, suami, biasanya mengaku cepat lelah. Ia lebih suka duduk sambil

Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Ketika Didzalimi Dibalas Dengan Menyayangi

Keterangan foto: Yang sedang naik becak adalah al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang dan al-Habib Ali bin Husein Alattas Bungur Santrionline- Suemdang, Dahulu di masa al-Habib Ali al-Habsyi Kwitang masih hidup, ada seseorang yang sangat membencinya dan orang itu tinggal di Kwitang. Kelakuan orang itu terhadap al-Habib Ali al-Habsyi sunggah tidak terpuji. Bila lewat di hadapannya dengan sengaja meludah di depan al-Habib Ali al-Habsyi, sampai-sampai membuat marah para murid al-Habib Ali al-Ha bsyi. Hingga suatu saat, al-Habib Ali al-Habsyi memberikan jatah sembako berupa beras kepada orang itu. Dengan memanggil muridnya, al-Habib Ali al-Habsyi memerintahkan agar beras itu diberikan kepada orang itu. Hal ini membuat bertanya-tanya sang murid. Namun belum sempat ditanyakan, al-Habib Ali al-Habsyi berkata: “Berikan ini, tapi jangan bilang dari saya. Bilang saja dari kamu.” Lebih dari 2 tahun orang itu menikmati jatah sembako yang diberikan al-Habib Ali al-Habsyi kepadanya melalui p